News Pasangkayu– Komisi II DPRD Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) menaruh perhatian serius terhadap permasalahan perizinan dan pengelolaan limbah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) milik PT Palma yang beroperasi di Kabupaten Pasangkayu. Melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar pada Rabu (1/10/2025), Komisi II menegaskan pentingnya ketegasan regulasi demi menjaga kelestarian lingkungan sekaligus memastikan tata kelola industri sawit berjalan sesuai ketentuan hukum.
RDP yang dipimpin Ketua Komisi II DPRD Sulbar, Irwan S Pababari, turut dihadiri oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sulbar, Zulkifli Manggazali, bersama jajarannya. Dalam forum ini, sejumlah persoalan mendasar diungkap, mulai dari ketidaksesuaian prosedural dalam penerbitan izin hingga belum tuntasnya sanksi yang dijatuhkan kepada perusahaan.
Izin Bermasalah dan Koordinasi Pemerintah yang Lemah
Komisi II menyoroti adanya kejanggalan dalam penerbitan izin PT Palma. Berdasarkan aturan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, setiap industri wajib mengantongi rekomendasi teknis dari pemerintah provinsi. Namun dalam kasus PT Palma, izin tetap diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten Pasangkayu meski Pemprov Sulbar tidak pernah mengeluarkan rekomendasi teknis.
Ketidakharmonisan antarlevel pemerintahan ini dinilai berpotensi menimbulkan persoalan hukum dan melemahkan fungsi pengawasan. “Ini jelas menimbulkan celah yang bisa mengganggu tata kelola industri. Harus ada koordinasi yang kuat agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan,” tegas Irwan.
Tahapan Perizinan Belum Lengkap
Selain itu, DPRD menemukan PT Palma belum menyelesaikan seluruh tahapan administratif yang menjadi syarat berdirinya industri sawit. Seharusnya perusahaan wajib mengantongi legalitas tata ruang, Hak Guna Usaha (HGU), dokumen lingkungan seperti AMDAL atau UKL-UPL, Izin Usaha Perkebunan (IUP), IUP Pengolahan (IUP-P), hingga izin teknis operasional seperti IPLC dan sertifikat standar industri.

Baca Juga: Basarnas Kejar Golden Time Puluhan Santri Masih Tertimbun Reruntuhan Musala Sidoarjo
Tak hanya itu, kewajiban perusahaan untuk menyediakan plasma bagi masyarakat sekitar juga belum dipenuhi secara optimal. Hal ini menambah daftar panjang ketidakpatuhan PT Palma dalam menjalankan kewajiban hukum dan sosialnya.
Sanksi DLH Sulbar Belum Dipenuhi
DLH Sulbar sebelumnya telah menjatuhkan sanksi administratif berupa sembilan poin kewajiban yang harus dipenuhi PT Palma. Tenggat waktu dua tahun telah diberikan, termasuk masa uji coba selama satu tahun untuk mengevaluasi pemenuhan kewajiban tersebut. Namun, hingga kini perusahaan belum melaksanakan seluruh sanksi secara maksimal.
“Beberapa poin sanksi memang sudah dijalankan, tetapi masih ada yang belum dilaksanakan sesuai standar. Ini menunjukkan perusahaan belum serius menindaklanjuti kewajiban lingkungannya,” jelas Zulkifli.
Lahan Produksi Belum Sesuai Kapasitas
Fakta di lapangan menunjukkan PT Palma belum dapat memastikan ketersediaan lahan yang sah dan sesuai ketentuan. Kondisi ini menimbulkan indikasi ketidaksesuaian antara kapasitas operasional pabrik dan legalitas lahan yang dimiliki perusahaan.








